MARI BERSAHABAT DENGAN SANG RAJA TIKUS
Hama
dan penyakit tanaman ( salah satunya tikus ) bersifat dinamis dan
perkembangannya dipengaruhi oleh lingkungan biotik (fase pertumbuhan
tanaman, populasi organisme lain, dsb) dan abiotik (iklim, musim,
agroekosistem, dll). Pada dasarnya semua organisme termasuk tikus dalam
keadaan seimbang (terkendali) jika tidak terganggu keseimbangan
ekologinya. Di lokasi tertentu, hama dan penyakit tertentu sudah ada
sebelumnya atau datang (migrasi) dari tempat lain karena tertarik pada
tanaman padi yang baru tumbuh. Perubahan iklim, stadia tanaman,
budidaya, pola tanam, keberadaan musuh alami, dan cara pengendalian
mempengaruhi dinamika perkembangan hama dan penyakit. Hal penting yang
perlu diketahui dalam pengendalian hama dan penyakit adalah: jenis,
kapan keberadaannya di lokasi tersebut, dan apa yang mengganggu
keseimbangannya sehingga perkembangannya dapat diantisipasi sesuai
dengan tahapan pertumbuhan tanaman.Pada musim hujan, hama dan penyakit
yang biasa merusak tanaman padi adalah tikus, wereng coklat, penggerek
batang, lembing batu, penyakit tungro, blas, dan hawar daun bakteri, dan
berbagai penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Dalam keadaan
tertentu, hama dan penyakit yang berkembang dapat terjadi di luar
kebiasaan tersebut. Misalnya, pada musim kemarau yang basah, wereng
coklat pada varietas rentan juga menjadi masalah. Sedangkan pada musim
kemarau, hama dan penyakit yang merusak tanaman padi terutama adalah
tikus, penggerek batang dan walang sangit.
Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan spesies dominan pada pertanaman padi. Selain itu, dapat pula ditemukan tikus semak R. Exulans. Hama tikus perlu dikendalikan seawal mungkin, mulai dari pengolahan tanah sampai tanaman dipanen. Telah banyak cara pengendalian hama tikus sawah yang dilakukan petani diberbagai daerah, namun ketepatan pemilihan waktu pengendalian, sasaran habitat, dan teknologi yang digunakan belum mencapai sasaran. Karena itulah maka populasi tikus hampir di semua daerah sentra pertanaman padi sawah semakin meningkat.
Beberapa komponen teknologi pengendalian hama tikus sawah yang bisa dilakukan adalah:
a. Sanitasi lingkungan dan manipulasi habitat
•
Membersihkan dan memperbaiki lingkungan di sekitar areal pertanaman
padi, seperti: semak belukar, tanggul-tanggul saluran irigasi dan
pematang sawah sehingga tikus merasa tidak nyaman untuk berlindung dan
berkembang biak
•
Memperkecil ukuran pematang sawah (tinggi dan lebar + 30 cm) dapat
menghambat perkembangan populasi tikus karena tikus tidak nyaman untuk
membuat sarang
b. Kultur teknis
Musim
tanam yang teratur dan terjalinnya kebersamaan antar petani dalam
setiap kelompok tani serta kebersamaan antar kelompok tani dalam satu
hamparan sehingga tumbuh kebiasaan bertanam serentak, penanaman varietas
yang sama setiap musim (waktu panennya sama), pengaturan pola tanam,
waktu tanam, dan jarak tanam.
•
Pengaturan pola tanam. Pada lahan sawah irigasi dilakukan pergiliran
tanaman, seperti: padi-padi-palawija, padi-padi-bera, padi-palawija
ikan-padi. Ini akan mengakibatkan terganggunya siklus hidup tikus akibat
terbatasnya ketersediaan makanan.• Pengaturan waktu tanam. Penanaman
padi sawah yang serentak pada satu hamparan (minimal 100 hektar) dapat
meminimalkan kerusakan karena serangannya tidak terkonsentrasi pada satu
lokasi tetapi tersebar sehingga kerusakan rata-rata akan lebih rendah.
•
Pengaturan jarak tanam. Bertujuan menciptakan lingkungan terbuka
sehingga tikus tidak merasa puas dalam mencari makanan. Penanaman padi
agak jarang atau sistem tanam jajar legowo (bershaf) kurang disukai oleh
tikus sawah (suasana terang) karena takut adanya musuh alami
(predator).
c. Fisik dan mekanis
Secara
fisik dengan mengubah lingkungan fisik seperti: suhu, kelembaban,
cahaya, air, dll sehingga tikus menjadi jera atau mengalami kematian
karena adanya perubahan faktor fisik. Secara mekanis, dengan menangkap
dan membunuh tikus secara langsung atau menggunakan alat seperti
cangkul, kayu pemukul, alat perangkap, penyembur api (solder) dan
emposan atau fumigasi. Kelebihan cara ini, yaitu:
(1) sederhana dan tidak memerlukan alat yang mahal;
(2) Dapat menurunkan populasi tikus secara nyata; dan
(3) meningkatkan kebersamaan petani.
Sedangkan kelemahan cara ini, yaitu:
(1) memerlukan tenaga kerja relatif banyak;
(2) memerlukan kebersamaan antar petani; dan
(3) menimbulkan kerusakan lingkungan seperti terbongkarnya pematang sawah, rusaknya saluran irigasi, tanggul, dsb.
•
Gropyokan massal atau berburu tikus bersama. Mudah dilaksanakan, biaya
murah, dan efektif menurunkan populasi hama tikus, tetapi membutuhkan
kebersamaan.
•
Alat perangkap. Bubu perangkap untuk menangkap tikus dalam keadaan
hidup, dan umpan beracun untuk menangkap tikus sampai tikus tersebut
mati
•
Solder dan emposan. Solder untuk menyeburkan api dan udara panas ke
dalam lubang atau sarang tikus sehingga tikus keluar atau mati dalam
sarangnya. Untuk lebih efektifnya alat ini dapat digunakan belerang yang
diletakkan pada mulut sarang tikus sehingga hembusan asap belerang yang
panas dapat meracuni tikus yang ada dalam sarang.
d. Biologis
Musuh
alami tikus biasanya adalah: burung hantu, ular, anjing, dan kucing.
Namun, musuh alami ini pada sawah irigasi sudah jarang ditemukan.
Penyemprotan bahan-bahan alami yg berasal dari ekstraks daun mindi,
brotowali, tembakau seperti yang terkandung dalam PESTONA dicampur dengan buah cabai dan AERO 810 disemprotkan melingkar secara merata di pertanaman ( terutama padi ).
e. Kimiawi
Petani
sudah banyak mengetahui pengendalian secara kimiawi ini, seperti
rodentisida, fumigasi, dll. Namun cara ini hanya dianjurkan bila
populasi tikus sangat tinggi dan cara lain sudah dilaksanakan.
f. Penerapan sistem SPBL dan SPB
Penangkapan
tikus terutama di daerah endemis dapat dilakukan dengan sistem
perangkap bubu (SPB) atau Trap Barrier System (TBS). Tanaman perangkap
adalah padi yang ditanam pada lahan berukuran 20 x 20 m atau 50 x 50 m
di tengah hamparan. Penanaman dilakukan 3 minggu lebih awal, pada saat
petani disekitarnya membuat pesemaian. Tanaman perangkap dipagar dengan
plastik setinggi 60 cm, disetiap sisi pagar ditaruh satu unit perangkap
bubu berukuran 25 x 25 x 60 cm. Perangkap bubu dapat dibuat dari ram
kawat atau kaleng bekas minyak goreng. Di sekeliling tanaman perangkap
dibuat parit agar bagian bawah pagar selalu tergenang air, sehingga
tikus diharapkan tidak dapat melubangi pagar atau menggali lubang di
bawah pagar.Perangkap bubu perlu diperiksa setiap hari sehingga tikus
atau hewan lainnya yang terperangkap tidak mati dalam bubu. Setiap SPB
mempunyai pengaruh sampai radius 200 m (hallo effect) sehingga satu unit
SPB diperkirakan mampu mengamankan pertanaman padi seluas 10-15 ha dari
serangan tikus.Sistem perangkap bubu linier (SPBL) atau LTBS (Linear
Trap Barrier System) digunakan untuk penangkapan tikus migran yang
berasal dari sekitar sawah bera, rel kereta api, perkampungan atau
saluran irigasi. Terdiri dari pagar plastik setinggi 50 cm sepanjang
minimal 100 m dan pemasangan perangkap bubu setiap jarak 20 m. SPBL
dipasang diantara pertanaman padi dengan habitat tikus, untuk jangka
waktu 3 - 5 hari. SPBL dapat dipindahkan ke lokasi lain. Teknologi ini
akan berhasil jika dapat diterapkan pada hamparan relatif luas dengan
melibatkan beberapa petani sehamparan.Keberhasilan pengendalian hama
tikus sangat tergantung pada kearifan memadukan komponen teknologi
tersebut dan bagaimana kita bisa bersahabat dengan sang tikus untuk
tidak harus memusuhi dengan membunuh secara sadis. Karena tikus adalah
hama yang mudah beradaptasi dan lain daripada hama yang lain. Jadi
waspada dan bersahabatlah dengan sang tikus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar