BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPadi merupakan tanaman pangan yang utama bagi masyarakat Indonesia. Para petani terus berfikir bagaimana tanaman padi dapat mencukukupi kebutuhan pangan rakyat Indonesia yang kian tahun kian meningkat jumlahnya. Di balik itu semua tentu saja ada peluang dan ada pula tantangan nya. Peluangnya yaitu dengan adanya padi yang dikenal dengan mandul jantan yang dapat disilangkan dengan padi jenis lain agar menghasilkan padi hibrida yang hasilnya nanti akan banyak dan mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Tetapi dibalik peluang itu, ada juga tantangan yang harus di lalui para petani padi agar padinya tetap tumbuh dengan baik, salah satunya adalah serangan hama dan penyakit.
Hama dan penyakit tentu saja sangat merugikan bila menyerang suatu jenis tanaman. Hama dan penyakit dapat menurunkan nilai ekonomi suatu tanaman dalam pasaran dan pada akhirnya ada yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
Hama dan penyakit ini membutuhkan suatu tindakan untuk mengantisipasi kerusakan yang berarti pada suatu tanaman. Tindakan nya yaitu berupa suatu upaya pengendalian. Pengendalian sendiri ada tiga jenis yaitu, pengendalian biologi, pengendalian kimiawi, dan pengendalian mekanis. Berbeda jenis hama dan penyakit yang menyerang suau tanaman budidaya, berbeda juga cara pengendalian nya. Misalnya untuk hama yang menyerang tanaman padi, hama tikus. Pengendalian yang biasa digunakan para petani selain menggunakam pestisida yaitu dengan membakar lubang sembunyi tikus agar tikus tersebut kabur dan tidak kembali lagi. Untuk lebih lengkapnya, akan dibahas pada makalah ini tentang teknik pengendalian hama pada tanaman padi.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana teknik pengendalian biologis, mekanis, dan kimiawi pada hama dan penyakit yang menyerng tanaman padi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. HAMA PADA TANAMAN PADI1.1 TIKUS
Tikus sawah (Ratus argentiventer) termasuk hama yang relatif sulit dikendalikan. Perkembangbiakan dan mobilitas tikus yang cepat serta daya rusak pada tanaman padi yang cukup tinggi menyebabkan hama tikus selalu menjadi ancaman pada pertanaman padi. Kehilangan akibat serangan tikus sangat besar, karena menyerang tanaman sejak padi di persemaian hingga menjelang panen. Berkaitan dengan hal tersebut, maka upaya pengendalian untuk menekan populasi tikus harus dilakukan terus menerus mulai dari saat pratanam hingga menjelang panen dengan menggunakan berbagai teknik secara terpadu. Peran serta dan kerjasama masyarakat / kelompok tani, penentu kebijakan dan tokoh masyarakat juga diperlukan selama proses pengendalian hama tikus.
Tikus merupakan salah satu hama utama di Indonesia yang menimbulkan kerugian besar. Di Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan tikus sawah diperkirakan mencapai 200.000 – 300.000 ton per tahun. Beberapa cara pengendalian hama tikus telah dilaksanakan oleh para pelaku utama , namun dalam pelaksanaan dilapangan belum ada keterpaduan antara cara yang satu dengan yang lain dan cara penerapannya. Sehingga walaupun sudah dilakukan usaha pengendalian namun masih terjadi kerusakan tanaman yang selanjutnya terjadi kegagalan panen.
1.1.1 Cara Pengendalian Tikus Dilihat dari Siklus Hidupnya
Melakukan pengendalian dengan cara yang tepat pada saat yang tepat sesuai fase kegiatan dalam usahatani padi yang dikaitkan dengan siklus kehidupan tikus.
1) Saat selepas panen sampai persiapan dan pengolahan tanah
Mengendalikan tikus pada saat selepas panen, karena tikus masih ada didalam gelengan dan sekitar petakan dengan jumlah rata-rata per lubang 25 – 30 ekor tikus, sementara makanan masih tersedia dari sisa panen berupa gabah yang tercecer dan pada tumpukan padi. Pada saat ini, pengendalian yang tepat adalah pengemposan dan gropyokan. Apabila tidak dilakukan pengendalian pada saat selepas panen ini , maka semua tikus yang ada dalam lubang akan tumbuh dewasa dan akan berkeliaran.
2) Pengolahan tanah
Menjelang pengolahan tanah sebaiknya seluruh lahan dikeringkan, agar tikus yang masih tinggal di petakan dan galengan merasa kehausan. Pada saat itu gabah yang tertinggal dilapangan sudah tumbuh sehingga makanan untuk tikus mulai berkurang. Pengendalian yang tepat pada kondisi ini adalah pengumpanan dan gropyokan dimalam hari.
3) Pesemaian
Pesemaian sebaiknya dipagar plastik yang dilengkapi dengan bubu perangkap tikus. Bubu perangkap tikus yang berukuran panjang 65 cm, lebar 24 cm dan tinggi 24 cm memiliki kapasitas 20 – 30 ekor/ malam tergantung banyaknya populasi tikus. Untuk 500 m 2 persemaian cukup dipasang 4 bubu perangkap. Apabila sebelum tanam tidak dilakukan pengendalian, maka pada fase tanam sampai fase berikutnya akan terus terjadi serangan.
4) Fase Vegetatif
Kondisi tanaman pada fase vegetatif adalah tanaman sudah rimbun/anakan maksimum; galengan kotor; tanaman merupakan makanan bagi tikus; fase awal tikus membuat lubang di galengan. Fase ini merupakan kondisi yang sangat sulit untuk mengadakan pengendalian yang efektif. Upaya pengendalian yang tepat adalah dengan pengumpanan menggunakan klerat dan memakai umpan pembawa “yuyu”, tempatkan umpan pada jalan tikus lewat dan pasang pagar plastik dengan bubu perangkapnya.
5) Fase generatif dan menjelang panen
Pada fase ini umumnya tikus pada fase beranak dan berada di dalam lubang. Kondisi pada fase generatif adalah makanan sudah tersedia dan galengan semakin kotor. Pengendalian untuk tikus yang sudah menetap dilubang dengan cara pengemposan.
6) Panen
Apabila padi sudah berisi dan menguning, maka pengendalian yang paling tepat adalah dengan cara pengeringan total. Dalam keadaan kering, tikus akan mengurangi makan dan tikus tidak bisa makan kalau tidak disertai minum. Pengemposan dapat dilakukan untuk mengendalikan tikus yang ada dalam lubang.
Dalam pengendalian hama tikus perlu memperhatikan beberapa hal yaitu:
a) Kedisiplinan para pelaku utama dalam praktek pengendalian sesuai siklus perkembangan tikus.
b) Melaksanakan tanam serempak dan melakukan sanitasi atau kebersihan lingkungan dan mempersempit ukuran tanggul.
c) Jangan mengembangkan sikap masa bodoh dan acuh tak acuh yang kalau melihat lubang tikus atau ada gejala serangan diluar garapan yang dimiliki, karena tikus memiliki daya jelajah semalam bisa mencapai 500 – 1000 m.
d) Perkembangan hama tikus yang sangat cepat. Dari sepasang tikus dalam setahun bisa mencapai 2800 ekor lebih.
e) Jangan membunuh predator seperti ular sawah, burung hantu (Tito alba), burung elang, gagak, musang sawah karena predator ini akan memangsa tikus. Apabila dari awal musim tanam sudah dilakukan pengendalian secara tepat pada saat yang tepat, maka pada fase-fase berikutnya tikus semakin berkurang, sehingga peluang keberhasilan panen semakin besar.
1.1.2 Pengendalian Tikus dengan Pendekatan PHTT
Pengendalian tikus dilakukan dengan pendekatan PHTT (Pengendalian Hama Tikus Terpadu) yaitu pendekatan pengendalian yang didasarkan pada pemahaman biologi dan ekologi tikus, dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus dengan memanfaatkan semua teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu. Pelaksanaan pengendalian dilakukan oleh petani secara bersama-sama dan terkoordinasi dengan cakupan wilayah sasaran pengendalian dalam skala luas.
Kegiatan pengendalian tikus ditekankan pada awal musim tanam untuk menekan populasi awal tikus sejak awal pertanaman sebelum tikus memasuki masa reproduksi. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan gropyok masal, sanitasi habitat, pemasangan TBS dan LTBS. Gropyok dan sanitasi dilakukan pada habitat-habitat tikus seperti sepanjang tanggul irigasi, pematang besar, tanggul jalan, dan batas sawah dengan perkampungan. Pemasangan bubu perangkap pada pesemaian dan pembuatan TBS (Trap Barrier System / Sistem Bubu Perangkap) dilakukan pada daerah endemik tikus untuk menekan populasi tikus pada awal musim tanam.
Kegiatan pengendalian yang sesuai dengan stadia pertumbuhan padi antara lain sebagai berikut:
TBS merupakan petak tanaman padi dengan ukuran minimal (20 x 20)m yang ditanam 3 minggu lebih awal dari tanaman di sekitarnya, dipagar dengan plastik setinggi 60 cm yang ditegakkan dengan ajir bambu pada setiap jarak 1 m, bubu perangkap dipasang pada setiap sisi dalam pagar plastik dengan lubang menghadap keluar dan jalan masuk tikus. Petak TBS dikelilingi parit dengan lebar 50 cm yang selalu terisi air untuk mencegah tikus menggali atau melubangi pagar plastik. Prinsip kerja TBS adalah menarik tikus dari lingkungan sawah di sekitarnya (hingga radius 200 m) karena tikus tertarik padi yang ditanam lebih awal dan bunting lebih dahulu, sehingga dapat mengurangi populasi tikus sepanjang pertanaman.
LTBS merupakan bentangan pagar plastik sepanjang minimal 100 m, dilengkapi bubu perangkap pada kedua sisinya secara berselang-seling sehingga mampu menangkap tikus dari dua arah (habitat dan sawah). Pemasangan LTBS dilakukan di dekat habitat tikus seperti tepi kampung, sepanjang tanggul irigasi, dan tanggul jalan/pematang besar. LTBS juga efektif menangkap tikus migran, yaitu dengan memasang LTBS pada jalur migrasi yang dilalui tikus sehingga tikus dapat diarahkan masuk bubu perangkap.
Fumigasi paling efektif dilakukan pada saat tanaman padi stadia generatif. Pada periode tersebut, sebagian besar tikus sawah sedang berada dalam lubang untuk reproduksi. Metode tersebut terbukti efektif membunuh tikus beserta anak-anaknya di dalam lubangnya. Rodentisida hanya digunakan apabila populasi tikus sangat tinggi, dan hanya akan efektif digunkan pada periode bera dan stadium padi awal vegetatif.
1.1.3 Pengendalian Biologis
- Pengendalian populasi tikus secara biologis yaitu dengan penggunaan predator dan parasit. Predator tikus antara lain anjing, musang, burung hantu, burung elang dan ular. Penggunaan parasit (virus, bakteri, protozoa), sebagai contoh penggunaan Salmonella enteriditis
- Penggunaan predator anjing yang dilatih sejak umur 2 bulan dan dipandu oleh satu atau dua orang
- Penggunaan predator alami untuk tikus bisa dilakukan dengan pengembangan tyto alba karena burung ini memiliki indera yang tajam, kemampuan tinggi dalam memangsa. Seekor burung hantu bisa memakan 10 ekor tikus dalam sehari. Sedangkan ular rata-rata hanya 1-2 ekor sehari, hewan menyusui pemangsa daging hanya 3-4 ekor sehari. Burung memiliki laju metobolisme yang tinggi sehingga sangat efektif memberantas tikus.
- Penggunaan fumigasi (emposan), yaitu pembakaran belerang dengan jerami akan menghasilkan senyawa SO2 dan Co yang toxic terhadap tikus. Sebaliknya fumigasi dilakukan saat pengolahan tanah dan fase anakan. Tindakan emposan sebaiknya dilaksanakan pada fase bera dan fase generatif
- Penggunaan umpan beracun (rodentisida), baik dari jenis akut maupun yang kronis(Tabel 2). Penggunaan umpan beracun sebaiknya dilaksanakan pada fase bera dan fase generatif
- Penggunaan brodifacum, yakni antikoagulan yang dapat membunuh 100% dengan satu kali pemberian
- Penggunaan umpan dengan komposisi beras 15%, ubi kayu 25%, telur 10%, ubu jalar 3%, kepiting 15%, kelapa 12% .
Pencegahan masuknya hama tikus ke areal sawah juga sangat penting dalam melindungi tanaman padi Berikut ini adalah beberapa langkah pencegahan dapat menghambat masuknya tikus ke dalam lahan sawah diantaranya penggunaan pagar listrik, penggunaan plastik dan sanitasi.
1. Pagar listrik
Tikus dapat dicegah masuk ke suatu lokasi tanaman dengan cara membuat pelindung dari kawat yang dialiri listrik. Dalam pemasangannnya harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak membahayakan manusia.Sehingga dalam hal ini penggunaan arus listrik antara 12 – 24 Volt merupakan alternatif yang baik.Sumber listrik bisa diambil dari accu atau listrik yang diturunkan menggunakan adaptor. Selain aman juga hanya bersifat mengejutkan saja yang pada akhirnya akan membuat tikus jera memasuki areal persawahan.
2. Pemagaran Plastik
Di areal persawahan Jawa Timur dan areal sawah lainnya, banyak dijumpai sawah-sawah yang dipagari dengan plastik. Hal ini bertujuan agar tikus tidak bisa menembus areal persawahan mereka. Namun demikian, penggunaan plastik ini selain mahal juga belum tentu efektif karena bisa saja tikus membuat jalan lubang yang melewati pagar plastik dari bawah. Sehingga perlu diperhatikan pemasangannya agar tikus tidak bisa membuat jalan pintas yang bisa dilalui dibawah plastik.
3. Sanitasi
Tikus adalah binatang yang menyukai tempat kotor dan banyak semak, sehingga wajar bila disekitar sawah yang tidak bersih sering terjadi serangan tikus. Untuk itu, upaya pencegahan masuknya tikus dengan melakukan pembersihan lingkungan adalah cara yang paling efektif. Dengan membersihkan tempat tinggalnya, berarti akan menekan perkembangan populasi tikus, mengusirnya, bahkan meniadakannya sama sekali. Selain beberapa cara diatas, pengaturan pola tanam yang baik juga dapat menjadi salah satu tehnik pengendalian hama tikus.
1.1.6 Tanaman Padi Akibat Serangan Hama Tikus
Merupakan hama prapanen utama penyebab kerusakan terbesar tanaman padi, terutama pada agroekosistem dataran rendah dengan pola tanam intensif. Tikus sawah merusak tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan dari semai hingga panen (periode prapanen), bahkan di gudang penyimpanan (periode pascapanen).
Kerusakan parah terjadi apabila tikus menyerang padi pada stadium generatif, karena tanaman sudah tidak mampu membentuk anakan baru. Ciri khas serangan tikus sawah adalah kerusakan tanaman dimulai dari tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir, sehingga pada keadaan serangan berat hanya menyisakan 1-2 baris padi di pinggir petakan.
1.2 WERENG
Wereng coklat merupakan salah satu hama utama tanaman padi. Hama ini telah populer di kalangan petani sejak tahun 1970-an. Wereng coklat merupakan hama global karena bukan saja menyerang pertanaman padi di Indonesia, tetapi juga menyerang pertanaman padi di Cina, Thailand, Vietnam, India, Bangladesh, Malaysia, Filipina, Jepang, dan Korea (Baehaki, 2010). Sejarah serangan wereng coklat terbesar di Indonesia pada kurun waktu 1970-1980 mencapai 2.5 juta ha. Wereng coklat kembali menjadi sorotan di era milenium ini, dengan adanya serangan pada awal tahun 2010 dari mulai rusak ringan sampai puso. Sampai bulan Juni 2010 serangan hama ini mencapai 23.187 ha, termasuk yang puso tidak kurang dari 2.867 ha.
Wereng Coklat masih dianggap hama utama pada tanaman padi. Kerusakan akibat serangan hama ini cukup luas dan hampir terjadi pada setiap musim tanam. Secara langsung wereng coklat akan menghisap cairan sel tanaman padi sehingga tanaman menjadi kering dan akhirnya mati.
1.2.1 Cara Pengendalian Hama Wereng Coklat
1. Tanam padi Serempak
Pola tanam serempak dalam areal yang luas dan tidak dibatasi oleh admisistrasi dapat mengantisipasi penyebaran serangan wereng coklat karena jika serempak, hama dapat berpindah-pindah ke lahan padi yang belum panen. Wereng coklat terbang bermigrasi tidak dapat dihalangi oleh sungai atay lautan.
2. Perangkap Lampu
Perangkap lampu merupakan perangkap yang paling umum untuk pemantauan migrasi dan pendugaan populasi serangga yang tertarik pada cahaya, khususnya wereng coklat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan perangkap lampu antara lain, kekontrasan lampu yang digunakan pada perangkap lampu yang terdapat di sekitarnya. Semakin kontras cahaya lampu yang digunakan maka akan luas jangkauan tangkapannya. Kemampuan serangga untuk menghindari lampu perangkap yang dipasang.
Perangkap lampu dipasang pada pematang (tempat) yang bebas dari naungan dengan ketinggian sekitar 1,5 meter diatas permukaan tanah. Lampu yang digunakan adalah lampu pijar 40 watt dengan voltase 220 volt. Lampu dinyalakan pada jam 18.00 sampai dengan 06.00 pagi. Agar serangga yang tertangkap tidak terbang lagi, maka pada penampungan serangga yang berisi air ditambahkan sedikit deterjen.
Keputusan yang diambil setelah ada wereng pada perangkap lampu, yaitu wereng-wereng yang tertangkap dikubur, atau keringkan pertanaman padi sampai retak, dan segera setelah dikeringkan kendalikan wereng pada tanaman padi dengan insektisida yang direkomendasikan.
3. Tuntaskan pengendalian pada generasi 1
Menurut Baihaki (2011), perkembangan wereng coklat pada pertanaman padi dapat terbagi menjadi 4 (empat) generasi yaitu :
- Generasi 0 (G0) = umur padi 0-20 HST (hari Sesudah Tanam).
- Generasi 1 (G1) = Umur padi 20-30 HST, wereng coklat akan menjadi imago wereng coklat generasi ke-1.
- Generasi 2 (G2) = Umur padi 30-60 HST, wereng coklat akan menjadi imago wereng coklat generasi ke-2.
- Generasi 3 (G3) = umur padi diatas 60 HST.
- Pada saat generasi nol (G0) dan generasi 1 (G1).
- Gunakan insektisida berbahan aktif buprofezin, BPMC, fipronil dan imidakloprid.
- Pengendalian wereng harus selesai pada generasi ke-1 (G1) atau paling lampat pada generasi ke -2 (G2).
- Pengendalian saat generasi ke-3 (G3) atau puso tidak akan berhasil
- Keringkan pertanaman padi sebelum aplikasi insektisida baik yang disemprot atau butiran
- Aplikasi insektisida dilakukan saat air embun tidak ada, yaitu antara pukul 08.00 pagi sampai pukul 11.00, dilanjutkan sore hari. Insektisida harus sampai pada batang padi.
- Tepat dosis dan jenis yaitu berbahan aktif buprofezin, BPMC, fipronil dan imidakloprid.
- Tepat air pelarut 400-500 liter air per hektar.
Pengendalian Hama Terpadu adalah tehnik pengendalian hama dengan cara menggabungkan beberapa cara pengendalian yang kompatibel.
Demikian juga untuk mengendalikan hama wereng coklat pada tanaman padi kita juga harus menggunakan tehnik-tehnik dalam PHT. Adapun cara tepat mengendalikan hama wereng coklat pada tanaman padi adalah:
- Gunakanlah tanaman padi dengan varietas unggul tahan wereng (VUTW) sebagai contoh adalah IR 64, IR 72, IR 74, ciherang, cimelati dll
- Pergiliran varietas tanaman padi antar musim. Yang dimaksud pergiliran varietas antar musim adalah menanam varietas tahan saat musim hujan dan menanam varietas kurang tahan saat musim kemarau.
- Pergiliran variatas tanaman padi satu musim tanam. Cara ini dilakukan dengan menanam padi yang tahan wereng saat awal musim hujan dan menanam varietas yang kurang tahan (rentan) saat akhir musim hujan.
- Menggunakan jamur musuh alami hama wereng coklat sebagai contoh yang sudah biasa dipraktekkan adalah menggunakan jamur Metharizium anisopleae dan jamur Beuveria basiana.
- Pengendalian menggunakan musuh alami/ predator (paedorus fuscifes, laba-laba, cooccinella sp, Ophionea nigrofasciata dll). Untuk memanfaatkan predator ini kita harus melakukan pengamatan minimal 1 minggu 1 kali dan gunakan insektisida yang selektif untuk menghindari terbunuhnya musuh alami tersebut.
- Penggunaan insektisida yang selektif, jangan sekali-kali menggunakan insektisida dari golongan piretroid sintetik (fastac, matador, decis, sidametrin, dll) karena justru akan meledakkan populasi. Kalau saya boleh merekomendasikan sikahkan gunakan yang mempunyai cara kerja sitemik sebagai contoh fipronil (regent) dan imidakloprit (imidagold, winder dan lain-lain). Bisa juga gunakan yang cara kerjanya unik yaitu menghambat proses ganti kulit sebagai contoh adalah aplaud. Jangan lupa dalam pengaplikasiannya semprotkan pada pangkal batang tanaman padi dengan dosis dan konsentrasi yang tepat.
Gejala kerusakan akibat hama wereng coklat antara lain daun-daun berwarna kuning dan pangkal batang berwarna kehitaman. Bila serangan parah maka tanaman akan mengering seperti terbakar (hopperburn). Gejala Serangan Pada padi yang terserang wereng coklat terlihat helaian daun padi yang paling tua berangsur-angsur berwarna kuning. Bila hal itu dibiarkan akan ditandai dengan adanya massa berupa jamur jelaga. Serangan wereng coklat dengan tingkat populasi yang tinggi akan menyebabkan warna daun dan batang tanaman menjadi kuning kemudian berubah menjadi coklat dan akhirnya seluruh tanaman menjadi kering seperti terbakar.
Berbeda dengan serangan hama wereng coklat, serangan penyakit tungro ini disebabkan oleh virus. Penyebaran serangan penyakit ini sangat cepat karena dibantu oleh vektor (serangga penular) yaitu we-reng hijau (Nephotettix virescens dan N. nigropictus). Adapun gejala / tanda kerusakan yang ditimbulkan dari penyakit ini adalah : Gejala serangan awal di lahan biasanya khas dan menyebar secara acak. Daun padi yang terserang virus tungro mula-mula berwarna kuning oranye dimulai dari ujung-ujung, kemudian lama-kelamaan berkembang ke bagian bawah dan tampak bintik-bintik karat berwarna hitam. Bila keadaan ini dibiarkan jumlah anakan padi akan mengalami pengurangan, tanaman menjadi kerdil, malai yang terbentuk lebih pendek dari malai normal selain itu banyak malai yang tidak berisi (hampa) sehingga tidak bisa menghasilkan.
Seperti halnya wereng coklat, penyebaran penyakit ini juga sangat cepat. Cepatnya perkembangan penyakit tungro disebabkan antara lain:
(1) cepatnya perkembangan serangga penular (wereng hijau).
(2) masih dilakukannya penanaman bibit padi yang tidak diketahui asal usul dan kesehatannya, terutama dari daerah endemis tungro.
(3) adanya penanaman varietas tidak tahan tungro yang didu-kung pola tanam tidak teratur.
(4) para petani masih enggan melakukan pemusnahan (eradikasi) pada tanaman yang terkena serangan tungro akibatnya tanam padi sehat yang lain ikut terkena penyakit ini.
Gagal panen/puso terjadi bila jumlah serangga lebih dari 20 ekor/rumpun, sehingga upaya pengendalian perlu segera dilakukan bila wereng coklat telah mencapai 4 ekor/rumpun pada fase vegetatif, serta 7 ekor/rumpun pada fase generatif (ambang ekonomi).
Tanaman sakit kerdil hampa
Peningkatan populasi wereng coklat didorong oleh :
- Perubahan iklim global.
- Penanaman varietas padi rentan.
- Penanaman padi tidak serempa.
- Penggunaan insektisida tidak tepat, baik dari jenis, dosis, waktu dan cara.
- Pemupukan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman;
- Banyak varietas rentan (IR42, Cilamaya, hibrida, ketan) sebagai pemicu pertama ledakan wereng coklat
- Melemahnya disiplin monitoring sehingga lupa dan meremehkan wereng coklat.
Perlu diketahui :
- Bila 100 ekor nimfa wereng coklat selama 3 hari berada dalam pertanaman, maka kehilangan hasil mencapai 40%.
- Bila 200 ekor nimfa wereng coklat selama 3 hari berada dalam pertanaman, maka kehilangan hasil mencapai 70%.
- Bila 8 imago wereng coklat selama 3 hari berada dalam pertanaman, maka kehilangan hasil mencapai 30%.
- Bila 16 imago wereng coklat selama 3 hari berada dalam pertanaman, maka kehilangan hasil mencapai 60%.
1). Dengan teknik budidaya
- Tanam varietas tahan seperti Memberamo, Mekongga, Ciherang, IR74, Inpari 2, Inpari 3, dan Inpari 6;
- Pelihara persemaian dan tanaman muda agar tidak terserang wereng coklat;
- Tanam padi secara serempak dalam suatu wilayah;
- Gunakan pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman, dapat menggunakan BWD (bagan warna daun) sebagai indikator kebutuhan pupuk;
- Pada saat terjadi serangan, keringkan petakan sawah untuk memudahkan teknis pengendalian
2). Dengan kimiawi
- Menggunakan insektisida dengan bahan aktif fipronil, bupofresin, amidaklrorid, karbofuran, atau teametoksan.
3). Hayati
- Menggunakan ekstrak nimba (Azadirachta indica).
4). Mekanis
Deteksi dini dengan menggunakan lampu perangkap, sehingga dengan segera para petani mengetahui kehadiran wereng coklat di pertanaman.
Demikian juga untuk mengendalikan hama wereng coklat pada tanaman padi kita juga harus menggunakan tehnik-tehnik dalam PHT. Adapun cara tepat mengendalikan hama wereng coklat pada tanaman padi adalah:
- Gunakanlah tanaman padi dengan varietas unggul tahan wereng (VUTW) sebagai contoh adalah IR 64, IR 72, IR 74, ciherang, cimelati dll
- Pergiliran varietas tanaman padi antar musim. Yang dimaksud pergiliran varietas antar musim adalah menanam varietas tahan saat musim hujan dan menanam varietas kurang tahan saat musim kemarau.
- Pergiliran variatas tanaman padi satu musim tanam. Cara ini dilakukan dengan menanam padi yang tahan wereng saat awal musim hujan dan menanam varietas yang kurang tahan (rentan) saat akhir musim hujan
- Menggunakan jamur musuh alami hama wereng coklat sebagai contoh yang sudah biasa dipraktekkan adalah menggunakan jamur Metharizium anisopleae dan jamur Beuveria basiana
- Pengendalian menggunakan musuh alami/ predator (paedorus fuscifes, laba-laba, cooccinella sp, Ophionea nigrofasciata dll). Untuk memanfaatkan predator ini kita harus melakukan pengamatan minimal 1 minggu 1 kali dan gunakan insektisida yang selektif untuk menghindari terbunuhnya musuh alami tersebut.
- Penggunaan insektisida yang selektif, jangan sekali-kali menggunakan insektisida dari golongan piretroid sintetik (fastac, matador, decis, sidametrin, dll) karena justru akan meledakkan populasi. Kalau saya boleh merekomendasikan sikahkan gunakan yang mempunyai cara kerja sitemik sebagai contoh fipronil (regent) dan imidakloprit (imidagold, winder dan lain-lain). Bisa juga gunakan yang cara kerjanya unik yaitu menghambat proses ganti kulit sebagai contoh adalah aplaud. Jangan lupa dalam pengaplikasiannya semprotkan pada pangkal batang tanaman padi dengan dosis dan konsentrasi yang tepat.
2.1 PENYAKIT TUNGRO
Tungro adalah penyakit yang menyerang tanaman padi yang disebabkan oleh virus, merupakan salah satu penyakit penting pada padi karena sangat merusak dan tersebar luas. Di Indonesia, semula semula penyakit ini hanya terbatas di Sulawesi Selatan, tetapi sejak awal tahun 1980-an menyebar ke Bali, Jawa Timur, dan sekarang sudah menyebar ke hampir seluruh wilayah Indonesia.
Bergantung pada saat tanaman terinveksi, penyakit tungro dapat menyebabkan kehilangan hasil 5 – 70 %, makin awal tanaman terinveksi makin besar kehilangan hasil yang ditimbulkannya.
Tanaman padi yang terinfeksi biasanya hidup hingga fase pemasakan. Pembungaan yang terlambat bisa menyebabkan tertundanya panen. Malai seringkali kecil, steril dan keberadaanya tidak sempurna. Tanaman tua yang terinfeksi bisa tidak menimbulkan gejala serangan sebelum panen tetapi gejala akan terlihat saat singgang yang tumbuh setelah panen.
Semakin muda umur tanaman yang terserag dan semakin rentang varietas padi maka semakin berat infeksi penyakit virus tungro ini. Tungro adalah penyakit virus padi yang paling penting di Asia Tropika. Serangannya dapat merusak pertanaman yang sangat luas dalam waktu yang singkat.
2.2.1 Penyebab Penyakit dan Penularannya
Tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu virus bentuk batang Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice Tungro Spherical Virus (RTSV). Kedua jenis virus tersebut tidak memiliki kekerabatan serologi dan dapat menginfeksi tanaman secara bersama-sama. Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau (sebagai vektor) tidak terjadi multiplikasi dalam tubuh wereng dan tidak terbawa pada keturunananya. Sejumlah species wereng hijau dapat menularkan virus tungro, namun Nephotettix virescen smerupakan wereng hijau yang paling efisien sehingga perlu diwaspadai keberadaannya. Penularan virus tungro dapat terjadi apabila vektor memperoleh virus setelah mengisap tanaman yang terinfeksi virus kemudian berpindah dan mengisap tanaman sehat tanpa melalui periode laten dalam tubuh vektor.
2.2.2 Gejala Serangan
Secara morfologis tanaman padi yang tertular virus tungro menjadi kerdil, daun berwarna kuning sampai kuning jingga disertai bercak-bercak berwarna coklat. Perubahan warna daun di mulai dari ujung, meluas ke bagian pangkal. Jumlah anakan sedikit dan sebagian besar gabah hampa. Infeksi virus tungro juga menurunkan jumlah malai per rumpun, malai pendek sehingga jumlah gabah per malai rendah. Serangan yang terjadi pada tanaman yang telah mengeluarkan malai umumnya tidak menimbulkan kerusakan fatal.
Tinggi rendahnya intensitas serangan tungro ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya: ketersediaan sumber inokulum (tanaman terserang), adanya vektor (penular), adanya varietas peka dan kondisi lingkungan yang memungkinkan, namun keberadaan vektor yang mengandung virus adalah faktor terpenting. Intensitas penyakit tungro juga dipengaruhi oleh tingkat ketahanan varietas dan stadia tanaman. Tanaman stadia muda, sumber inokulum tersedia dan populasi vektor tinggi akan menyebabkan tingginya intensitas serangan tungro. Ledakan tungro biasanya terjadi dari sumber infeksi yang berkembang pada pertanaman yang tidak serempak.
2.2.3 Pengendalian penyakit
Pada prinsipnya penyakit tungro tidak dapat dikendalikan secara langsung artinya, tanaman yang telah terserang tidak dapat disembuhkan. Pengendalian bertujuan untuk mencegah dan meluasnya serangan serta menekan populasi wereng hijau yang menularkan penyakit. Mengingat banyaknya faktor yang berpengaruh pada terjadinya serangan dan intensitas serangan, serta untuk mencapai efektivitas dan efisiensi, upaya pengedalian harus dilakukan secara terpadu yang meliputi :
1. Waktu tanam tepat
Waktu tanam harus disesuaikan dengan pola fluktuasi populasi wereng hijau yang sering terjadi pada bulan-bulan tertentu. Waktu tanam diupayakan agar pada saat terjadinya puncak populasi, tanaman sudah memasuki fase generatif (berumur 55 hari atau lebih). Karena serangan yang terjadi setelah masuk fase tersebut tidak menimbulkan kerusakan yang berarti.
2. Tanam serempak
Upaya menanam tepat waktu tidak efektif apabila tidak dilakukan secara serempak. Penanaman tidak serempak menjamin ketersediaan inang dalam rentang waktu yang panjang bagi perkembangan virus tungro, sedangkan bertanam serempak akan memutus siklus hidup wereng hijau dan keberadaan sumber inokulum. Penularan tungro tidak akan terjadi apabila tidak tersedia sumber inokulum walaupun ditemukan wereng hijau, sebaliknya walaupun populasi wereng hijau rendah akan terjadi penularan apabila tersedia sumber inokulum.
3. Menanam varietas tahan
Menanam varietas tahan merupakan komponen penting dalam pengendalian penyakit tungro.Varietas tahan artinya mampu mempertahankan diri dari infeksi virus dan atau penularan virus oleh wereng hijau. Walaupun terserang, varietas tahan tidak menunjukkan kerusakan fatal, sehingga dapat menghasilkan secara normal. Sejumlah varietas tahan yang dianjurkan untuk daerah NTB antara lain: Tukad Patanu, Tukad Unda, Bondoyudo dan Kalimas. IR-66, IR-72 dan IR-74. Sejumlah varietas Inpari yang baru dilepas juga dinyatakan tahan tungro. Hasil penelitian di daerah endemis membuktikan Tukad Unda cukup tahan dengan intensitas serangan 0,0%-9,14% sedangkan varietas peka IR-64 berkisar 16,0%-79,1%. Penelitian di Lanrang Sulawesi Selatan juga menunjukkan daya tahan Tukad Patanu terhadap tungro dengan intensitas serangan 18,20% sedangkan varietas peka Ciliwung mencapai 75,7%.
4. Memusnahkan (eradikasi) tanaman terserang
Memusnahkan tanaman terserang merupakan tindakan yang harus dilakukan untuk menghilangkan sumber inokulum sehingga tidak tersedia sumber penularan. Eradikasi harus dilakukan sesegera mungkin setelah ada gejala serangan dengan cara mencabut seluruh tanaman sakit kemudian dibenamkan dalam tanah atau dibakar. Pada umumnya petani tidak bersedia melakukan eradikasi karena mengira penyakit bisa disembuhkan dan kurang memahami proses penularan penyakit. Untuk efektifitas upaya pengendlian, eradikasi mesti dilakukan diseluruh areal dengan tanaman terinfeksi, eradikasi yang tidak menyeluruh berarti menyisakan sumber inokulum.
5. Pemupukan N yang tepat
Pemupukan N berlebihan menyebab-kan tanaman menjadi lemah, mudah terserang wereng hijau sehingga memudahkan terjadi inveksi tungro, karena itu penggunaan pupuk N harus berdasarkan pengamatan dengan Bagan Warna Daun (BWD) untuk mengetahui waktu pemupukan yang paling tepat. Dengan BWD, pemberian pupuk N secara berangsur-angsur sesuai kebutuhan tanaman sehingga tanaman tidak akan menyerap N secara berlebihan.
6. Penggunaan pestisida
Penggunaan pestisida dalam mengendalikan tungro bertujuan untuk eradikasi wereng hijau pada pertanaman yang telah tertular tungro agar tidak menyebar ke pertanaman lain dan mencegah terjadinya infeksi virus pada tanaman sehat. Penggunaan insektisida sistemik butiran (carbofuran) lebih efektif mencegah penularan tungro. Mengingat infeksi virus dapat terjadi sejak di pesemaian, sebaiknya pencegahan dilakukan dengan antara lain tidak membuat pesemaian di sekitar lampu untuk menghindari berkumpulnya wereng hijau di pesemaian dan menggunakan insektisida confidor ternyata cukup efektif. Insesektisida hanya efektif menekan populasi wereng hijau pada pertanaman padi yang menerapkan pola tanam serempak. Karena itu pengendalian penyakit tungro yang sangat berbahaya akan berhasil apabila dilakukan secara bersama-sama dalam hamparan relatif luas, utamakan pencegahan melalui pengelolaan tanaman yang tepat (PTT) untuk memperoleh tanaman yang sehat sehinga mampu bertahan dari ancaman hama dan penyakit. (Lalu Wira Jaswadi)
BAB III KESIMPULAN
.....................
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2012. http://moels.mywapblog.com/solusi-pengendalian-wereng-2.xhtml. diakses pada 20 Mei 2012Anonymous, 2012. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/hama-padi/227–tikus-sawah-rattus-argentiventer-rob-a-kloss-. diakses pada 20 mei 2012
Anonymous, 2012. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=tanda-tanda+tanaman+padi+akibat+serangan+wereng&source=web&cd=3&ved=0CFgQFjAC&url=http%3A%2F%2Fmoels.mywapblog.com%2Fsolusi-pengendalian-wereng-1.xhtml&ei=MWW4T83uCMvprQe60pjwBw&usg=AFQjCNEJpuqZ6BC6RurusXddz_4SAIh2Kw. Diakses pada 20 Mei 2012
Anonymous., 2012. http://www.google.co.id/search?sourceid=chrome&ie=UTF-8&q=tanaman+padi+akibat+tikus#q=tanaman+padi+akibat+serangan+hama+tikus&hl=en&prmd=imvns&psj=1&ei=El24T7eLAYuzrAf8lIHzBw&start=10&sa=N&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.r_qf.,cf.osb&fp=561208af145a762&biw=1024&bih=463. Diakses pada 20 Mei 2012
Direktorat Perlindungan Tanaman pangan. 1992. Tikus Sawah. Kerjasama Teknik Indonesia-Jepang Bidang Perlindungan tanaman Pangan (ATA-162):10 hal.
Indarto, N. 1984. Five year rat control program in Indonesia. In The organization and practice of veterbrate pest control. pp. 475-485.ICI Fern hurst United Kingdom.
Murakami Okimata, Joko priyono and Harsiwi Triastini.1990. Population management of of rice field rat in Indonesia. In Rodent and Rice report and Proceeding of an Expert panel meeting on Rice Rodent Control. IRRI Los Banos.Sept.10-14,1990.
Rochman, Dandi, S., dan Suwulan.1982. Pola perkembangbiakan tikus sawah Rattus argentiventer pada daerah berpola tanam padi-padi di Subang. Penelitian Pertanian 3(2):77-80
Rochman dan S. Dandi. 1991. Pengendalian Hama Tikus. Dalam Buku III Pusat penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
--------------------------------------------------------------------
SUMBER:
http://blog.ub.ac.id/reginapramitha/2012/06/27/4/
Regina Pramitha Puri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar