Laman

Kamis, 27 September 2012

MENGENDALIKAN HAMA TIKUS SAWAH DENGAN PESTISIDA NABATI

MENGENDALIKAN HAMA TIKUS SAWAH DENGAN PESTISIDA NABATI


       Dewasa ini petani banyak mengalami kendala dalam mengembangkan usaha pertanian. Salah satu kendalanya adalah serangan hama tikus sawah (Rattus argentiventer). Tikus merupakan hama utama tanaman padi (Oryza sativa L.) yang dapat menurunkan hasil produksi cukup tinggi. Pada umumnya, tikus sawah (Rattus argentiventer) tinggal di pesawahan dan sekitarnya, mempunyai kemampuan berkembangbiak sangat pesat. Secara teoritis, satu pasang ekor tikus mampu berkembangbiak menjadi 1.270 ekor per tahun. Walaupun keadaan ini jarang terjadi,tetapi hal ini menggambarkan, betapa pesatnya populasi tikus dalam setahun (Harysaksono dkk : 2008).
Kerusakan dan penurunan hasil produksi padi sangat besar akibat dari serangan hama tikus dan susah untuk dikendalikan. Hal ini disebabkan tikus beraktifitas pada malam hari. Tikus dapat merusak secara langsung yaitu mencari makan pada saat tanaman sudah mulai berbuah sedangkan secara tidak langsung yaitu tikus merusak batang tanaman padi hanya untuk mengasah gigi depannya. Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama tikus dapat dilihat pada batang padi yang terpotong dan membentuk 45oC serta masih mempunyai sisa bagian batang yang tak terpotong. Dengan kondisi kerusakan dan cepatnya peningkatan populasi tikus akan menurunkan hasil produksi secara drastis.
Berdasarkan yang dialami oleh petani di Desa Endanga, Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan bahwa tanaman yang mereka budidayakan hasilnya tidak selalu mencapai hasil maksimal. Hal ini disebabkan oleh serangan tikus yang sulit mereka kendalikan. Petani mengaku bahwa untuk mengatasi masalah ini mereka menggunakan perangkap tikus (perangkap plastic) pada tempat-tempat masuknya tikus dan melakukan pembersihan disekitar tempat penanaman. Namun usaha tersebut tidak dapat mengurangi serangan hama tikus, sehingga petani menggunakan pestisida kimia yang diperoleh dengan harga yang mahal, tetapi hasilnya pun nihil karena petani menggunakan pestisida kimia dengan dosis yang berlebihan dengan anggapan bahwa semakin banyak dosis yang diberikan semakin cepat mengendalikan hama tikus. Tetapi ternyata dengan dosis seperti itu akan membuat hama tikus menjadi resisten, dapat menyebabkan keracunan pada hasil panen dan dapat menimbulkan hama baru bagi tanaman. Kedua cara tersebut tidak mampu mengurangi serangan hama tikus sehingga diperlukan pengendalian yang alami yang memanfaatkan bahan-bahan yang ada di alam.
Pestisida nabati adalah pestisida yang dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan alami yang ada disekitar kita untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman, seperti tumbuhan. Pestisida nabati memiliki keuntungan: relative aman, ramah lingkungan, murah dan mudah didapatkan, tidak menyebabkan keracunan dan tidak akan menyebabkan hama menjadi resisten. Sedangkan kekurangannya yaitu penggunaanya harus berulang-ulang, tidak tanah lama, daya kerjanya lambat dan tidak membunuh hama secara langsung.
Ada beberapa jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati. Salah satu tanaman yang digunakan untuk mengendalikan hama tikus pada padi sawah adalah menggunakan tanaman cabai (Capsicum annum), buah jengkol (Phitecellobium lobatum) dan buah papaya tua (Carica papaya). Buah papaya tua langsung diberikan pada tikus hasilnya mati, sedangkan jengkol dan cabai menggunakan air hasil rendaman dari kedua jenis tanaman ini yang kemudian disemprotkan sehingga hama tikus menjadi berkurang nafsu makannya.
Pestisida nabati untuk mengendalikan hama tikus menggunakan cabai, buah jengkol dan papaya. Buah jengkol mengandung minyak atsiri, saponin, alkaloid, terpenoid, steroid, tannin, glikosoda, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor dan vitamin (Pitojo, 1995). Cabai mengandung minyak atsiri, piperin dan piperidin yang berfungsi sebagai repellent dan mengganggu preferensi makan hama (Harysaksono, 2008). Sedangkan buah papaya tua sebagai racun (enzim albuminose) atau kaloid carpine dalam mengendalikan tikus dengan potensi yang cukup besar karena buah papaya mengandung bahan aktif papain yang dapat digunakan sebagai rodentisida (Hariono, 2009). Papain berasal dari bahasa inggris yang tersusun dari dua kata yaitu papa (ya) dan in, sehingga kata tersebut kira – kira bearti suatu substansi di dalam buah (getah) papaya yang memiliki sifat enzimatis (Kalie, 1996).
Pembuatan pestisida nabati dengan bahan jengkol yaitu sebelumnya buah jengkol dikupas kulit luarnya maupun kulit arinya. Kemudian kupasan jengkol direndam dengan air, perbandingan 1 kg : 10 liter air selama 24 sampai 36 jam sehingga air rendaman mengeluarkan aroma yang sangat menyengat yang dapat mengusir hama tikus dengan meletakkan atau menyemprotkan larutan jengkol pada tanaman padi. Bukan hanya berlaku bagi tikus tetapi dapat mengusir burung yang menyerang tanaman padi.
Pembuatan pestisida nabati dengan cabai yaitu cabai ditumbuk halus kemudian direndam selama semalam. Kemudian disaring dan dapat langsung disemprotkan pada tanaman padi.
Pembuatan pestisida nabati dengan bahan buah pepaya tua yaitu buah papaya tua yang belum masak dikupas dan dipotong kecil-kecil sebesar dadu. Kemudian disebarkan pada tempat yang biasa dilewati tikus.
Menurut Hariono (2009), bahwa dalam proses pembuatan rodentisida nabati buah papaya, mulai dari pengupasan sampai penyebarannya harus menggunakan sarung tangan karena indera penciuman tikus sangat tajam terhadap bau dan sentuhan tangan manusia, sehingga kemungkinan tikus tidak akan memakan potongan buah papaya tua yang diberikan.
Seperti yang diungkapan Michael E. Stans (1982) dalam Hamundu, mengatakan bahwa penyuluhan pada dasarnya adalah proses pemberian stimulasi dari pengajar kepada yang diajar, sehingga bisa mengarah pada perubahan kognitif, efektif dan psikomotorik. Oleh karenanya, pemanfaatan pestisida nabati untuk mengendalikan hama tikus perlu disosialisakan pada tingkat petani dengan melibatkan pemerintah, mulai dari tingkat Provinsi (Departemen Pertanian Daerah Sulawesi Tenggara) sampai Pedesaan (Penyuluh / Kepala Desa).

DAFTAR PUSTAKA
Enni SR, Krispinus KP. 1998a. Kandungan Senyawa Alelokimia Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.) dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Beberapa Gulma Padi. Semarang: Lembaga Penelitian 1KW.
Hamundu M. 1999. Peranan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian dalam Menyukseskan Pembangunan KUD sebagai Kekuatan Ekonomi Berbasis Masyarakat. Kendari: Universitas Haluoleo.
Hariono. 2009. Rangcangan Penyuluhan Pengendalian Hama Tikus (Rattus argentiventer) Pada Tanaman (Oryza sativa L.) Dengan Menggunakan Rodentisida Nabati Buah Papaya Tua (Carica papaya), Kulit Gamal (Gliricidia sepium), dan Biji Jarak (Riccinus communis) di Desa Sukodermo Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur. Malang: Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian.
Harysaksono S, Purwanti EW, Sule S. 2008. Pestisida Nabati. Malang: Sekolah Tinggi penyuluhan Pertanian.
Kalie BM. 1996. Bertanam Papaya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pitojo S. 1995. Jengkol Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogjakarta: Kanisius.
Soetrisno L. 1998b. Pertanian pada Abad ke 21. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar