MENGENDALIKAN HAMA TIKUS SAWAH DENGAN PESTISIDA NABATI
Dewasa ini petani banyak mengalami kendala dalam
mengembangkan usaha pertanian. Salah satu kendalanya adalah serangan hama tikus
sawah (Rattus argentiventer). Tikus merupakan hama utama tanaman padi (Oryza
sativa L.) yang dapat menurunkan hasil produksi cukup tinggi. Pada umumnya,
tikus sawah (Rattus argentiventer) tinggal di pesawahan dan sekitarnya,
mempunyai kemampuan berkembangbiak sangat pesat. Secara teoritis, satu pasang
ekor tikus mampu berkembangbiak menjadi 1.270 ekor per tahun. Walaupun keadaan
ini jarang terjadi,tetapi hal ini menggambarkan, betapa pesatnya populasi tikus
dalam setahun (Harysaksono dkk : 2008).
Kerusakan dan penurunan hasil produksi padi sangat
besar akibat dari serangan hama tikus dan susah untuk dikendalikan. Hal ini
disebabkan tikus beraktifitas pada malam hari. Tikus dapat merusak secara
langsung yaitu mencari makan pada saat tanaman sudah mulai berbuah sedangkan
secara tidak langsung yaitu tikus merusak batang tanaman padi hanya untuk
mengasah gigi depannya. Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama tikus dapat
dilihat pada batang padi yang terpotong dan membentuk 45oC serta masih
mempunyai sisa bagian batang yang tak terpotong. Dengan kondisi kerusakan dan
cepatnya peningkatan populasi tikus akan menurunkan hasil produksi secara
drastis.
Berdasarkan yang dialami oleh petani di Desa Endanga,
Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan bahwa tanaman yang mereka
budidayakan hasilnya tidak selalu mencapai hasil maksimal. Hal ini disebabkan
oleh serangan tikus yang sulit mereka kendalikan. Petani mengaku bahwa untuk
mengatasi masalah ini mereka menggunakan perangkap tikus (perangkap plastic)
pada tempat-tempat masuknya tikus dan melakukan pembersihan disekitar tempat
penanaman. Namun usaha tersebut tidak dapat mengurangi serangan hama tikus,
sehingga petani menggunakan pestisida kimia yang diperoleh dengan harga yang
mahal, tetapi hasilnya pun nihil karena petani menggunakan pestisida kimia
dengan dosis yang berlebihan dengan anggapan bahwa semakin banyak dosis yang diberikan
semakin cepat mengendalikan hama tikus. Tetapi ternyata dengan dosis seperti
itu akan membuat hama tikus menjadi resisten, dapat menyebabkan keracunan pada
hasil panen dan dapat menimbulkan hama baru bagi tanaman. Kedua cara tersebut
tidak mampu mengurangi serangan hama tikus sehingga diperlukan pengendalian
yang alami yang memanfaatkan bahan-bahan yang ada di alam.
Pestisida nabati adalah pestisida yang dibuat dengan
memanfaatkan bahan-bahan alami yang ada disekitar kita untuk mengendalikan
organisme pengganggu tanaman, seperti tumbuhan. Pestisida nabati memiliki
keuntungan: relative aman, ramah lingkungan, murah dan mudah didapatkan, tidak
menyebabkan keracunan dan tidak akan menyebabkan hama menjadi resisten.
Sedangkan kekurangannya yaitu penggunaanya harus berulang-ulang, tidak tanah
lama, daya kerjanya lambat dan tidak membunuh hama secara langsung.
Ada beberapa jenis tanaman yang dapat digunakan
sebagai bahan pestisida nabati. Salah satu tanaman yang digunakan untuk
mengendalikan hama tikus pada padi sawah adalah menggunakan tanaman cabai (Capsicum
annum), buah jengkol (Phitecellobium lobatum) dan buah papaya tua (Carica
papaya). Buah papaya tua langsung diberikan pada tikus hasilnya mati,
sedangkan jengkol dan cabai menggunakan air hasil rendaman dari kedua jenis
tanaman ini yang kemudian disemprotkan sehingga hama tikus menjadi berkurang
nafsu makannya.
Pestisida nabati untuk mengendalikan hama tikus menggunakan cabai, buah jengkol dan papaya. Buah jengkol mengandung minyak atsiri, saponin, alkaloid, terpenoid, steroid, tannin, glikosoda, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor dan vitamin (Pitojo, 1995). Cabai mengandung minyak atsiri, piperin dan piperidin yang berfungsi sebagai repellent dan mengganggu preferensi makan hama (Harysaksono, 2008). Sedangkan buah papaya tua sebagai racun (enzim albuminose) atau kaloid carpine dalam mengendalikan tikus dengan potensi yang cukup besar karena buah papaya mengandung bahan aktif papain yang dapat digunakan sebagai rodentisida (Hariono, 2009). Papain berasal dari bahasa inggris yang tersusun dari dua kata yaitu papa (ya) dan in, sehingga kata tersebut kira – kira bearti suatu substansi di dalam buah (getah) papaya yang memiliki sifat enzimatis (Kalie, 1996).
Pestisida nabati untuk mengendalikan hama tikus menggunakan cabai, buah jengkol dan papaya. Buah jengkol mengandung minyak atsiri, saponin, alkaloid, terpenoid, steroid, tannin, glikosoda, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor dan vitamin (Pitojo, 1995). Cabai mengandung minyak atsiri, piperin dan piperidin yang berfungsi sebagai repellent dan mengganggu preferensi makan hama (Harysaksono, 2008). Sedangkan buah papaya tua sebagai racun (enzim albuminose) atau kaloid carpine dalam mengendalikan tikus dengan potensi yang cukup besar karena buah papaya mengandung bahan aktif papain yang dapat digunakan sebagai rodentisida (Hariono, 2009). Papain berasal dari bahasa inggris yang tersusun dari dua kata yaitu papa (ya) dan in, sehingga kata tersebut kira – kira bearti suatu substansi di dalam buah (getah) papaya yang memiliki sifat enzimatis (Kalie, 1996).
Pembuatan pestisida nabati dengan bahan jengkol yaitu
sebelumnya buah jengkol dikupas kulit luarnya maupun kulit arinya. Kemudian
kupasan jengkol direndam dengan air, perbandingan 1 kg : 10 liter air selama 24
sampai 36 jam sehingga air rendaman mengeluarkan aroma yang sangat menyengat
yang dapat mengusir hama tikus dengan meletakkan atau menyemprotkan larutan
jengkol pada tanaman padi. Bukan hanya berlaku bagi tikus tetapi dapat mengusir
burung yang menyerang tanaman padi.
Pembuatan pestisida nabati dengan cabai yaitu cabai
ditumbuk halus kemudian direndam selama semalam. Kemudian disaring dan dapat
langsung disemprotkan pada tanaman padi.
Pembuatan pestisida nabati dengan bahan buah pepaya
tua yaitu buah papaya tua yang belum masak dikupas dan dipotong kecil-kecil
sebesar dadu. Kemudian disebarkan pada tempat yang biasa dilewati tikus.
Menurut Hariono (2009), bahwa dalam proses pembuatan
rodentisida nabati buah papaya, mulai dari pengupasan sampai penyebarannya
harus menggunakan sarung tangan karena indera penciuman tikus sangat tajam
terhadap bau dan sentuhan tangan manusia, sehingga kemungkinan tikus tidak akan
memakan potongan buah papaya tua yang diberikan.
Seperti yang diungkapan Michael E. Stans (1982) dalam
Hamundu, mengatakan bahwa penyuluhan pada dasarnya adalah proses pemberian
stimulasi dari pengajar kepada yang diajar, sehingga bisa mengarah pada
perubahan kognitif, efektif dan psikomotorik. Oleh karenanya, pemanfaatan
pestisida nabati untuk mengendalikan hama tikus perlu disosialisakan pada
tingkat petani dengan melibatkan pemerintah, mulai dari tingkat Provinsi
(Departemen Pertanian Daerah Sulawesi Tenggara) sampai Pedesaan (Penyuluh /
Kepala Desa).
DAFTAR PUSTAKA
Enni SR,
Krispinus KP. 1998a. Kandungan Senyawa Alelokimia Kulit Buah Jengkol
(Pithecellobium lobatum Benth.) dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Beberapa
Gulma Padi. Semarang: Lembaga Penelitian 1KW.
Hamundu M.
1999. Peranan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian dalam Menyukseskan
Pembangunan KUD sebagai Kekuatan Ekonomi Berbasis Masyarakat. Kendari:
Universitas Haluoleo.
Hariono.
2009. Rangcangan Penyuluhan Pengendalian Hama Tikus (Rattus argentiventer) Pada
Tanaman (Oryza sativa L.) Dengan Menggunakan Rodentisida Nabati Buah Papaya Tua
(Carica papaya), Kulit Gamal (Gliricidia sepium), dan Biji Jarak (Riccinus
communis) di Desa Sukodermo Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan Provinsi
Jawa Timur. Malang: Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian.
Harysaksono
S, Purwanti EW, Sule S. 2008. Pestisida Nabati. Malang: Sekolah Tinggi
penyuluhan Pertanian.
Kalie BM.
1996. Bertanam Papaya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pitojo S.
1995. Jengkol Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogjakarta: Kanisius.
Soetrisno L.
1998b. Pertanian pada Abad ke 21. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumber : http://semangat-jumard.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar